Jumat, 25 Juli 2014

Surat Kayla - Cerpen Persahabatan Sedih

SURAT KAYLA
Cerpen Karya Nina Yusuf
Assalamu’alaikum wr. wb…
Kinaya, sahabatku…
Jangan menangis membaca surat ini karena di saat itu aku tidak lagi berada di dunia yang sama denganmu. Ini memang tak adil bagi kita. Aku pergi sebelum sempat mengucapkan kata-kata perpisahan untukmu. Takdir yang mengatur semua ini, agar kau tidak terlalu terpukul atas kepergianku. Mungkin jika kau tau aku akan pergi, kau takkan berhenti menangisiku. Jangan salahkan keadaan. Jangan salahkan Tuhan yang hanya memberikanku umur 23 tahun. Aku yakin Dia menyayangiku dan menginginkan kebahagiaan yang lebih untukku dengan cara menjemputku kembali.

Sahabat..
Sedikitpun aku tidak pernah menyesali umurku yang sangat singkat ini. Bahkan bagiku 23 tahun adalah waktu yang cukup lama untuk mengukir sebuah kenangan. Banyak tempat yang telah kukunjungi. Banyak hal yang telah kurasakan selama itu. Meskipun kadangkala hari-hari yang ku lalui diiringi dengan rasa sakit yang menyiksa.

Kinaya, masih ingatkah kamu ketika dulu aku pernah bercerita tentang impianku padamu? Aku yakin kamu tidak akan melupakannya karena aku tak pernah melupakannya. Di saat itu aku berkata “Kinaya, suatu saat nanti ketika kita telah mendapatkan gelar sarjana, aku akan segera mencari kerja. Aku akan bekerja dengan rajin agar aku bisa menabung dan mewujudkan impianku keliling dunia. Aku akan menjemputmu, dan kita akan pergi bersama.” Kamu tertawa mendengar kata-kataku dan hanya menjawab “Amin..”
Surat Kayla - Cerpen Persahabatan Sedih
Aku memang tidak memperlihatkan keseriusanku, namun sejak saat itu aku selalu memikirkannya. Kata-kata itu telah menjadi cambuk untuk ku belajar lebih giat. Bukan saja karena aku akan mengunjungi tempat-tempat indah di dunia yang hanya ku lihat dari televisi dan buku, melainkan juga karena aku akan pergi denganmu, sahabat baikku…

Empat tahun kebersamaan telah kita lalui. Hari penobatan telah di depan mata. Ada rasa bahagia bercampur haru. Perjuangan kita selama 4 tahun telah menuai hasil. Baru kemarin rasanya aku bertemu kamu. Berkenalan dengan cara yang unik. Waktu itu aku menanyakan ruangan seorang dosen padamu, dan secara kebetulan kau pun sedang mencari beliau.

Perkenalan itu berlanjut menjadi pertemanan dan akhirnya terjalin menjadi sebuah persahabatan. Aku memilih menjadi sahabat baikmu, takdir pun sepertinya memilih kamu untuk menjadi sahabatku. Dengan sangat kebetulan, semua hal terjadi seperti sebuah dongeng yang kitalah penulisnya. Kita diberi dosen pembimbing yang sama, jurusan yang sama dan tempat kost yang sama. Semakin lama kita saling kenal semakin banyak kecocokan diantara kita. Kita sama-sama suka jalan-jalan, belanja, dan nonton. Makanan favorit kita pun sama, dan kita sama sangat membenci seorang pembohong.

Bersahabat denganmu, aku bagaikan menemukan separuh diriku dalam diri seseorang. Kaulah orang pertama yang akan memarahiku jika aku bertindak bodoh. Kaulah orang yang akan membelaku di saat aku terdesak oleh seseorang. Dan kaulah orang yang menemaniku di saat aku ketakutan. Satu hal yang sangat ku suka darimu adalah kau tidak akan pernah terlihat cemas dan gelisah di saat aku menangis kesakitan.

Sebenarnya, satu-satunya hal yang selalu ingin ku rahasiakan darimu adalah penyakitku. Aku tidak ingin kau tau bahwa aku seorang penyakitan. Dari dulu aku tidak pernah cerita pada siapapun karena aku takut mereka akan meninggalkanku. Sebisa mungkin ku coba menutupinya darimu, namun akhirnya terbongkar ketika aku sakit parah. Di saat itu kau tau semuanya. Semua tentangku dan penyakitku. Kau tidak bereaksi sedikitpun, kau tenang mendengarkan ceritaku meskipun kesedihan terlihat jelas di matamu. Kaulah orang paling sabar yang pernah ku kenal. Kau orang dengan sejuta rahasia di hidupmu. Empat tahun tidak cukup bagiku untuk benar-benar mengenal siapa dirimu.
Sahabatku Kinaya..

Taukah kamu, beberapa bulan setelah acara wisuda selesai, aku mendapatkan pekerjaan di sebuah instansi pemerintah. Aku sangat senang bekerja di sana. Orangnya ramah-ramah dan gajinya juga lumayan besar. Aku bekerja sangat giat. Sedikit demi sedikit ku kumpulkan tabunganku. Aku semakin yakin impianku akan menjadi kenyataan. Semangat kerja ku semakin berapi-api hingga aku kurang menghiraukan kondisi kesehatanku.

Beberapa bulan bekerja, ku rasakan kondisi fisikku semakin menurun. Aku tau ini akibat aku terlalu menyortir tenagaku. Semakin hari keadaan semakin memburuk. Dokter bilang kangkerku sudah stadium akhir. Aku terdiam mendengar penjelasan dokter. Aku tak mampu berkata apa-apa. Impianku yang hampir terwujud akhirnya akan kandas begitu saja. Aku hanya menangis membayangkan apa yang akan terjadi. Aku tidak ingin berpisah dari orang-orang yang ku sayangi. Tuhan akan menjemputku, dan ini terlalu cepat untukku…

Dalam keputusasaanku, aku teringat akan janjiku padamu. Janji untuk berkeliling dunia bersama. Baru ku sadari, semenjak acara perpisahan di malam wisuda itu, aku tak pernah lagi bertemu denganmu. Kita hanya mengobrol melalui telepon, itupun sangat jarang karena kita sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aku sengaja tidak menceritakan perkembangan penyakitku padamu setiap kali kau menanyakannya. Aku menahan diri untuk tidak mengunjungimu. Aku juga senang kau tidak pernah mengunjungiku karena aku tidak ingin kau sedih melihat keadaanku. Aku selalu optimis bahwa suatu saat nanti aku akan menepati janjiku padamu.

Disaat-saat terakhirku, ku kuatkan diri menulis surat ini untukmu. Tak ada lagi yang bisa ku lakukan selain duduk lemas di kursi roda ini dengan sisa-sisa nafas terakhirku. Ku telah pasrahkan diri pada-Nya. Ku yakin waktunya telah tiba. Aku bahagia mengetahui bahwa Dia akan segera menjemputku karena aku tak kuasa lagi menahan rasa sakit ini. Semoga surat ini cukup untuk mewakili permintaan maafku padamu. Aku telah gagal menggapai mimpiku, dan aku telah mengingkari janjiku.

Sahabat…
Jika surat ini tidak sampai ke tanganmu, ku yakin hingga saat ini kau masih menungguku untuk memenuhi janjiku. Maafkanlah aku Kinaya. Aku tau kau sangat membenci seorang pembohong. Ini semua sengaja ku lakukan agar kau tidak terlarut dalam kesedihan. Meskipun aku kesakitan, aku tetap tersenyum dan tidak pernah mengeluh, karena orang bilang sakit adalah penghapusan dosa. Percayalah, Tuhan telah menyiapkan surga yang indah untukku di sana.
Kenanglah aku sahabatku… kenang aku dengan caramu sendiri. Ikhlaskan kepergianku. Ganti air matamu dengan untaian do’a. Selipkan namaku di setiap penghujung sholatmu agar aku damai di sisi-Nya…
Wassalam…

Sahabatmu,
Nayla

Tidak kusadari air mataku telah menetes membasahi surat Nayla. Aku benar-benar tidak menyangka dia akan pergi secepat ini. Aku merasa bersalah. Ku pikir dia berusaha menjauh dariku dan tidak ingin lagi bersahabat denganku, namun ternyata dia menyimpan semua rahasianya demi menjaga perasaanku. Aku telah salah menilai, bahkan di saat-saat terakhirmu kau kumpulkan sisa-sisa tenagamu menulis surat untukku. Maafkan aku karena telah mencurigaimu. Selamat jalan sahabatku Nayla. Akan ku kenang kau selamanya. Semoga kau mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya…

PROFIL PENULIS
Nama : Nina Yusuf
Facebook : Nina Yusuf
twitter : @BFiglia


Kumpulan Puisi dan Kata-Kata Motivasi Trima Kasih Telah Berkunjung Di Blog Ini

0 komentar:

Posting Komentar